Berita:Perjuangan Nakes Muara Andeh Melawan Covid

Siaran Pers

TANA PASER – Jauh terpencil di pedalaman Kabupaten Paser tidak berarti masyarakat Muara Andeh aman dari Covid-19. Karena itu tenaga kesehatan di Pos Kesehatan Desa atau Poskesdes Muara Andeh Kecamatan Muara Samu ini juga siaga satu untuk mengantisipasi virus tersebut.

Saat didatangi oleh Humas beberapa waktu lalu, terlihat jelas pelayanan di Poskesdes ini sudah memenuhi standar protokol kesehatan Covid. Yaitu ada fasilitas cuci tangan di dekat pintu, jam pelayanan dipersingkat, serta pemasangan tirai plastik sebagai pembatas antara tenaga kesehatan dan pasien.

Selain itu tentu saja setiap tamu yang datang wajib memakai masker, dan hanya 1 orang yang dipebolehkan masuk ke dalam ruangan. Informasi ini terlihat jelas di pengumuman di pintu.

Ada 2 orang tenaga kesehatan di Poskesdes ini, yaitu bidan Septiani Tri Astuti dan perawat Berta. Keduanya sudah ada di Poskesdes itu sekitar 5 tahun lamanya. Bahkan Berta membawa serta dua anaknya untuk tinggal bersama di Muara Andeh. Mereka sangat disiplin mencegah agar Covid tidak masuk di wilayah itu.

Mereka juga sangat hati-hati dengan pendatang, atau warga setempat yang baru datang dari daerah lain. Meskipun demikian sejauh ini belum ada kasus Covid ditemukan di Desa Muara Andeh. Di Kecamatan Muara Samu pernah ada 5 kasus positif, namun semuanya dari desa Muser dan Biu.

Adapun Muara Andeh tergolong sangat jauh dari Muser sebagai ibukota kecamatan. Ada 3 desa yang harus dilewati dari Muser, yaitu Libur Dinding, Rantau Atas dan Tanjung Pinang. Akses jalan dari Tanjung Pinang ke Muara Andeh juga hanya bisa dilewati dengan kendaraan roda dua, itupun kalau air sungainya tidak meluap.

Masyarakat Muara Andeh yang ingin keluar, atau sebaliknya, jika masyarakat luar akan berkunjung ke Muara Andeh, maka jalur paling aman untuk kendaraan roda 2 dan 4 adalah lewat Desa Kerang Dayo Kecamatan Batu Engau.

Baik Septiani maupun Berta bukan warga Muara Andeh. Septiani berasal dari Kuaro sedangkan Berta dari Batu Sopang. Suami Berta kerja di perusahaan batu bara. Mereka kadang keluar dari Muara Andeh 1-2 kali dalam sebulan.

Septiani yang belum menikah mengaku pada awal ditempatkan di Muara Andeh, jika ingin pulang maka dia diantar oleh penduduk. Begitu juga kalau masuk, biasanya dijemput. “Saya pakai motor sendiri, mereka mengiringi. Tapi sekarang sudah bisa jalan sendiri,” katanya.

Perjuangan menjadi lebih berat karena tidak ada jaringan telekomunikasi di desa itu. Jika ingin mendapatkan sinyal telepon, seseorang harus naik ke bukit di dalam hutan. Itupun hanya bukit tertentu. Saat pandemi begini, bukit itu ramai oleh anak sekolah yang belajar secara online. (humas)

Bagikan ke :

Banner

shadow

Berita Terkait

Dimuat dalam 0.2600 detik dengan memori 0.7MB.