TANA
PASER- Sekda Paser Katsul Wijaya menegaskan, budaya adalah segala hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat. Budaya yang merupakan semua sistem ide, gagasan, rasa, tindakan, serta
karya dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan
bermasyarakat yang nantinya akan dijadikan klaim
manusia dengan cara belajar.
“Seperti yang
kita lakukan hari ini. Nutu Ponta atau menumbuk padi secara bergantian dan
berirama didalam lesung kayu. Budaya ini merupakan kegiatan masyarakat khas
Suku Paser dalam bidang pertanian,” katanya.
Kemudian pelepasan biuku ke sungai pun
menjadi sebuah kegiatan yang langkah atau jarang dilakukan karena Biuku merupakan hewan yang mulai
langka dan dengan kegiatan ini masyarakat akan paham bahwa Desa Damit melakukan
konservasi biuku sebagai wujud upaya melestarikan dan melindungi hewan
tersebut.
Hal ini dikata Sekda Katsul Wijaya dalam
sambutannya saat menutu kegiatan Nutu Ponta dan pelepasan Biuku di Desa Damit
Kecamatan Pasir Belengkong, Minggu (3/11).
Menurut Sekda, sebagai masyarakat Paser turut berbangga
hati, bersenang hati atas kecintaan terhadap budaya Paser yang merupakan identitas
lokal yang di era moderen ini kian tergerus.
“Kita melihat
banyak daerah yang tidak lagi memiliki identitas, terhalau dengan kemajuan
teknologi, sehingga kebanyakan warganya sudah mulai meninggalkan budayanya.
Mereka tidak lagi bangga dengan ritual-ritual kebudayaan, tidak lagi bangga
berbahasa daerah, dan lebih senang dengan dunianya sendiri, berselancar di
dunia maya, atau bermain game online,” kata prihatin.
Katsul mengajak untuk mencontoh Suku Baduy, di
Desa Baduy Dalam Cikesik, Lebak Banten yang menetapkan pantangan atau larangan
terhadap hal-hal yang berbau moderen karena dapat mempengaruhi budaya mereka.
“Bagaimana
dengan Kabupaten Paser? Pada kesempatan ini saya berharap, paling tidak upaya
yang dapat kita lakukan adalah dalam penggunaan bahasa Paser sebagai bahasa
ibu, bahasa sehari-hari, dan bahasa pergaulan kita. Jangan malu menggunakan bahasa
daerah kita. Kalau bukan kita yang menggunakan bahasa Paser, siapa lagi? jika
ada yang tidak bisa bahasa Paser, mari kita yang mengajarkan, kita yang menjadi
Kamus Hidup Bahasa Paser,”
pesanya.
Sebenarnya lanjut Sekda, banyak saudara
dari suku lain yang ingin sekali bisa berbahasa Paser. Namun kesulitan untuk
mencari gurunya. Bahkan tidak terbiasa mendengar bahasa Paser dalam lingkungan
pergaulannya. Untuk itu, besar harapan saya, kiranya ini dapat menjadi
perhatian kita bersama.
“Semoga dengan kegiatan ini menjadi momentum untuk memantapkan komitmen,
sinergi dan gerak langkah kita semua untuk bersama-sama, bergotong
royong, nengkuat daya taka (membangun daerah kita), ngongkat penyembolum keluarga mo Kabupaten
Paser (meningkatkan kehidupan keluarga di Kabupaten Paser).,” katanya.
(har-/humas)