Berita:Konseptor dari Planet Mars itu telah Pergi

Siaran Pers

+ Pak Mus, ada yang minta pidatoIni cocok untuk pian.

= Siap

Dan 15 menit kemudian WA saya bunyi, 1 konsep pidato masuk.

 

Itu salah satu ilustrasi yang menggambarkan hubungan saya dengan saudara Mustaqiem, salah satu rekan kerja di Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Kabupaten Paser. Kami telah bersama selama 5 tahun 8 bulan hingga maut berbicara bahwa beliau lebih dulu menghadap ilahi.

Berikut ini adalah tulisan secara narasi-deskriptif tentang Mustaqiem semasa hidupnya, dari sudut pandang saya, selaku teman satu universitas, lalu di Pemkab jadi mitra di perencanaan, dan terakhir bekerja bersama di satu instansi, yaitu Humas.

Kami lahir di tahun yang sama, 1976. Lalu menempuh pendidikan di kampus yang sama, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, namun beda fakultas. Beliau di Ekonomi, saya di Sastra. Kami tidak saling kenal karena berasal dari daerah yang berbeda. Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Kami mungkin sering ketemu, saling sapa, kontak mata, dan senyum. Sering makan di kantin yang sama. Sering berada di jalanan bersama untuk melakukan demonstrasi. Sering salat jamaah di masjid kampus, dan berada di gedung yang sama saat wisuda, di Auditorium Al Jibra, tahun 2001.

Setelah lulus kuliah, kami kembali bersama di Pemerintah Kabupaten Paser. Beliau di Kecamatan Tanah Grogot dan saya di Humas. Waktu itu, kami belum ketemu. Ketika saya pindah ke Bappeda, beliau ke Humas dan menangani perencanaan. Di sinilah kami bermitra. Sering duduk satu meja. Negosiasi anggaran. Dengan yang lain kadang gerah dan kepanasan, tapi tidak dengan Mustaqiem. Beliau datang dengan membawa wajah tenang, ramah dan humble. Kepala Bappeda waktu itu pak Ambolala sangat terkesan dengan pembawaan beliau.

Secara personal kami memang sangat akrab, namun karena posisi yang memang berada pada sudut yang berlawanan, maka terkadang ada ketersinggungan. Itupun secara kelembagaan. Tidak menyentuh personal, apalagi sampai masuk ke hati. Ini tergambar dari 2 kejadian antara Bappeda dan Humas yaitu pada 2014 dan 2016.

Pada 2014, terjadi pengalihan anggaran besar nan seksi yaitu kegiatan advertorial dari Humas ke Dinas Kominfo. Tentu saja Humas tak mau melepas begitu saja. Akhirnya kami bertemu. Bukan 4 mata, tapi 4 pihak: Humas, Kominfo, Bappeda dan BPKAD. Suasana rapat sempat panas, dan ada yang pukul meja. Mustaqiem tetap tenang. Saat gilirannya bicara, seolah tidak terpengaruh dengan suasana rapat yang sedang naik tensi.

Pada 2016, ada pengurangan anggaran pada pengadaan jas di Protokol. Ketika kami ke Protokol waktu itu, beberapa pegawai berteriak menyebut kami tukang coret. Lagi-lagi, Mustaqiem yang waktu itu masih menangani perencanaan, sangat tenang menemui kami lalu menyampaikan permohonan maaf atas kelakukan teman-teman, yang juga adalah teman kami saat masih di Humas dulu, sebelum ke Bappeda. Waktu itu saya bilang ke dia, tak perlulah pak Mustaqiem datang minta maaf, karena saya sudah memaafkan mereka pada saat peristiwa itu terjadi. Itu teman-teman saya semua, dan saya sangat tahu bahwa ucapan itu hanya di mulut, tidak masuk ke hati.

Beberapa bulan setelah itu, yaitu di akhir 2016, saya dipindahkan ke Humas, dan ketemu dengan Mustaqiem. Berpisah dengan Protokol, Humas bergabung dengan Bagian Pemerintahan. Ada 13 staf, lalu Mustaqiem ke Bagian Bina Kesra III. Namun beliau tetap dipercaya menulis pidato Bupati. Sekitar 5 bulan, dia pun kembali ke Humas.

Saat kembali beliau bilang hanya bisa melaksanakan satu tugas, yaitu penulisan konsep pidato. Adapun perencanaan, dia tidak bersedia. Alasannya karena menurutnya waktu itu menjadi staf perencanaan harus selalu siap waktu 24 jam. Sedangkan menyusun konsep pidato, meski suka mendadak, tapi tidak 24 jam stand by. Lagi pula, katanya, bisa ditulis di manapun asal ada jaringan internet. Termasuk di planet Saturnus, atau bergelantungan di asteroid.

Memang waktu itu selain di Humas, beliau adalah salah satu pejabat penting di STIE Widya Praja Tanah Grogot. Selama 2017, dalam 1 bulan ada saja dia minta izin 2 atau 3 hari untuk ke luar daerah, katanya diutus sekolah tinggi itu. Tidak pernah ada kata tidak, karena yang penting saat pidato diperlukan, dia siap. Dan itulah yang terjadi. “Pak Mus, ada yang minta pidato. Ini cocok untuk pian.” “Siap.” Dan 15 menit kemudian, ada pesan di WhatsApp, berupa draft pidato. Entah di mana beliau berada, tapi hasilnya nyata.

Saya tak pernah tahu beliau sakit, sampai akhirnya Maret 2018 kami bertiga dengan Dina Fitrianty menghadiri Raker Kehumasan di Berau. Waktu itu terlihat dari caranya naik speed boat yang berbeda dengan orang kebanyakan (tidak perlu dijelaskan di sini). Perlahan-lahan, saya tanya beliau sepanjang jalan, beliau jawab memang ada penyakit. Dengan sedikit berseloroh saya tanya, apakah ada hubungannya dengan masa lalu kita di kampus, soalnya lokasi gedung beliau paling depan, dan kalau ada yang masuk ke kampus maka mereka dulu yang kena pukul. Beliau diam. Tanpa ekspresi.

Namun saat di Berau, ada kejadian menarik. Sekitar jam 9 lewat, saya tunggu di kamar, beliau tak juga datang. Akhirnya saya tidur. Tanpa mengunci pintu. Jadi kalau nanti datang, beliau langsung masuk kamar. Sedang nyenyaknya tidur, telepon berdering. Suara Mustaqiem di ujung sana, mengajak turun ke depan hotel. Katanya dia bersama Dina sudah menunggu. Begitu sampai, masya Allah, katanya sakit. Ini malah enak-enak makan durian montong berdua. Rupanya mereka menelpon saya karena tidak kuat menghabiskan. Sampai di sini saya tak percaya kalau durian montong punya hubungan dengan penyakit tertentu.

Sekembalinya dari Berau kami melanjutkan rutinitas seperti biasa. Beliau masih sama, aktif di sini dan di sana. Namun beliau memang sering izin tak masuk karena tidak enak badan.

Pada November 2019, saya membawa beberapa staf Humas ke Kotabaru. Termasuk Mustaqiem. Yang lain, ada Dina Fitrianty, M Hairuni dan Harmin. Tujuan kami adalah mencari foto 2 mantan Bupati Paser tahun 1960an. Di Pendopo, foto kedua orang ini dihitamkan. Di Kantor Bupati tidak ada foto mereka. Sebelumnya kami sudah keliling di Tana Paser, mendatangi beberapa tokoh Humas senior, lembaga pemerintahan terkait, tapi hasilnya nihil. Rupanya di Kotabaru pun hasilnya sama. Nihil.

Nah kami ke Kotabaru, tentunya lewat Tanah Bumbu. Setelah itu pulangnya tidak langsung balik kanan. Melainkan berkeliling seperti orang tawaf. Kotabaru ke Tanah Bumbu, lalu Tanah Laut dan Banjarbaru selama 8 jam. Selama dalam perjalanan kami tak pernah jamak salat fardu. Ketika duhur tiba kami berjamaah salat duhur dan saat asar tiba, kami mampir di masjid untuk salat jamaah asar. Setiap mampir salat, rekan kami Mustaqiem selalu salat sambil duduk.Uniqnya, setiap teman-teman lihat pentol, mereka semua mampir dan makan pentol. Sampai di sini saya tidak percaya kalau pentol punya hubungan dengan penyakit tertentu.

Sampai di Banjarbaru jam 09.00 malam. Kami check indi sebuah hotel. Dalam sekejap, Mustaqiem, Hairuni dan Harmin menghilang. Rupanya mereka langsung bergegas pergi lagi. Apalagi kalau bukan nonton bioskop. Ya, ini memang hobi mereka. Sampai di sini pula, saya tidak percaya kalau menonton bioskop punya hubungan dengan stamina.

Keesokan harinya kami kembali ke Paser melewati 7 kabupaten, yaitu Banjarbaru, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Tabalong. Mampir di Amuntai, mertua Hairuni. Beliau menitipkan mangga untuk cucunya di Grogot. Tak tahan dengan bau manga yang sangat manis di dalam mobil, kami mampir di Kelua membeli 5 pisau dapur, lalu makan mangga-mangga itu di jalan, sampai habis. Lupa kalau itu amanah.

Awal 2020 kami bersatu kembali dengan Protokol. Lembaga berubah nama, menjadi Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan. Mustaqiem saat itu tak lagi memegang posisi penting di kampus. Dia jadi dosen biasa. Jadi saya tawarkan kegiatan lain, selain menyusun pidato. Dengan halus beliau menolak, dan meminta kalau bisa pidato aja. Saya bilang, oke.

Lalu Covid-19 datang. Kami menerapkan Work from Home atau WfH. Setelah WfH selesai, dengan alasan masih menjaga kesehatan, Mustaqiem minta untuk tetap bekerja dari rumah. Aman, jawab saya. Toh pidato bisa dikerjakan dari planet manapun di Galaxi Bima Sakti selama ada internat. Apalagi di rumah. Itu kan masih di bumi.

Tahun 2022, beliau beberapa kali masih rumah sakit. Dan sudah jarang masuk kantor. Bahkan anak magang di kantor pun berkata: “sampai selesai masa magang, saya belum kenal 1 pegawai.” Yang dimaksud tentu saja Mustaqiem.

Sejuta kenangan bersama Mustaqiem tak bisa semua hadir di sini. Kata demi kata muncul untuk mewakili hanya serpihan cerita yang terlintas di benak. Selain itu biarlah terkubur bersama jazad suci beliau. Selamat jalan pak Mustakim. Doa kami selalu bersamamu.

 

In memoriam, Mustaqiem, S.E., M.Si.

Tana Paser, 2 September 2022

 

Catatan:
Nomenklatur lembaga sering berubah, karena itu dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan:

1.Humas atau Protokol adalah Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan
2.Bappeda adalah Bappedalitbang
3.BPKAD adalah BKAD

 

Penulis 

 

Abd. Kadir Sambolangi, S.S., M.A.

Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan

Sekretariat Daerah Kabupaten Paser

“ Olo manin aso buen si olo ndo

Bagikan ke :

Banner

shadow

Berita Terkait

Dimuat dalam 3.7449 detik dengan memori 0.75MB.